SURABAYA, 31 Mei 2021 - Ketua TP PKK Prov. Jatim Arumi Bachsin Emil Elestianto Dardak mengajak semua pihak untuk ikut bersama-sama mencegah persoalan stunting atau kekurangan gizi kronis pada balita di tengah-tengah masyarakat. Tak hanya itu, Istri Wakil Gubernur Jatim Emil Dardak itu pun kembali berharap agar angka stunting di Jatim bisa segera turun mengingat pemerintah saat ini tengah mempersiapkan generasi emas Indonesia 2045.


"Tujuannya agar generasi penerus Indonesia tidak mengalami masalah seputar potensi sumber daya manusia dan tingkat kesehatan," ujar Arumi Bachsin saat menjadi pembicara dalam Podcast Serasa : Jatim Cegah Stunting, yang diselenggarakan di Studio MPC BKKBN Jatim, Senin (31/5) pagi. 


Lebih lanjut, Arumi mengatakan, data World Bank menjelaskan, 54 % dari usia angkatan kerja saat ini mengalami stunting di masa bayinya. 


"Artinya, sebanyak 54 persen angkatan kerja saat ini adalah penyintas stunting. Ini yang membuat stunting menjadi perhatian serius pemerintah," imbuh Arumi.


Menurutnya, prevalensi stunting adalah masalah perkembangan yang krusial untuk segera dientaskan. Pasalnya, kekurangan gizi kronis pada balita diperkirakan akan menghambat momentum generasi emas Indonesia 2045. Apalagi masalah stunting bukan hanya mempengaruhi tumbuh kembang di masa balita saja, tetapi juga saat menginjak dewasa. 


Melihat persoalan itu, selaku Ketua TP PKK Prov. Jatim, Arumi menekankan bahwa PKK memiliki peran yang sangat signifikan dalam upaya menurunkan stunting. 


"Di Jatim ini, banyak sekali desa dan kelurahan yang jumlahnya mencapai 8.501. Masing-masing punya kelompok PKK yang diurus 10-15 orang. Nah ini akan sangat membantu kita untuk menurunkan prevalensi stunting di Jatim," ungkap Arumi.


Selain itu, sebagai upaya menurunkan angka stunting, TP PKK Prov. Jatim terus berkolaborasi dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Perwakilan Jatim. Dari kerja sama itu, muncul beberapa program yang ditargetkan untuk para ibu dan ayah, serta calon orang tua.


Bentuk kolaborasi tersebut diwujudkan melalui pemberian edukasi bagi orang tua yang memiliki balita. Sebagian besar balita terkena stunting disebabkan minimnya pengetahuan ibu dan ayah dalam merawat balita nya. 


"Salah satu akar masalah ini adalah ketidaktahuan orang tua. Semua orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Mereka selalu memberi makan, tetapi tidak semua orang tua menerima paparan soal apa itu gizi yang seimbang," jelas Arumi. 


"Ada juga anak-anak yang diasuh oleh nenek kakek mereka, yang hanya memberi makanan yang diinginkan cucunya karena tidak tega," lanjutnya. 


Untuk merealisasikan program tersebut, Arumi mengharapkan agar seluruh kader PKK di tingkat kabupaten/kota ikut mensosialisasikan program edukasi bagi orang tua yang memiliki balita dan calon orang tua. Peran para kader utamanya adalah memberi penyuluhan kepada masyarakat tentang pengetahuan dan kesadaran keluarga akan pentingnya kesehatan ibu dan anak (KIA).


Tak hanya itu, program yang diperuntukkan bagi calon orang tua adalah program prakonsepsi. Jika program penyuluhan difokuskan pada orang tua yang sudah memiliki anak, maka prakonsepsi ditujukan pada mereka yang sedang berencana memiliki momongan.


Program prakonsepsi ini sendiri pun tidak berat. Bersama BKKBN, Arumi menginstruksikan bahwa calon ibu dianjurkan meminum asam folat, memeriksa hemoglobin dan konsumsi tablet tambah darah. Sedangkan para suami diimbau untuk mengurangi rokok dan minum zinc.


"Prakonsepsi itu sangat murah, calon ibu hanya minum asam folat, periksa hb (hemoglobin), minum tablet tambah darah gratis kalau di Puskesmas, biaya untuk persiapannya tidak lebih Rp 20.000. Sementara, suami hanya perlu mengurangi rokoknya, kemudian suami minum zinc supaya spermanya bagus," saran Bunda GenRe ini. 


Jika semua program dapat dijalankan dengan baik serta sikap awareness para orang tua sudah terbentuk, maka diharapkan prevalensi stunting di Jatim akan segera turun. Sehingga, langkah tersebut dipandang akan memuluskan jalan Indonesia menuju generasi emas pada 2045. 


"Tindakan preventif bagi stunting harus dimulai sejak masa remaja," jelasnya. 


"Generasi muda harus membekali diri mereka. Remaja itu masanya belajar, harus mempersiapkan diri untuk masa depan, jangan berpikir 'gimana nanti ?' tapi 'nanti itu gimana ?', harus berencana. Jadi dengan merencanakan masa depan, harapannya stunting pun dapat dicegah," pungkas Arumi.(*) 

Komentar